PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARISAN
A. Al-Aul
Al-Aul artinya bertambah. Dalam ilmu Faraidh istilah Al-Aul diartikan bagian-bagian yang harus diterima oleh ahli waris lebih banyak dari pada asal masalahnya, sehingga asal masalahnya harus ditambah atau diubah. Sebagai contoh untuk masalah ini adalah :
Ahli waris terdiri dari istri, ibu, dua saudara perempuan kandung dan seorang saudara seibu. Harta peninggalan Rp 45.000.000,-. Maka bagian masing-masing ahli waris tersebut adalah istri 1/4 ; ibu 1/6, dua saudara perempuan kandung 2/3 dan saudara saibu 1/6. asal masalahnya 12
.
Istri = 1/4 x 12 = 3
Ibu = 1/6 x 12 = 2
2 saudara (pr) kandung = 2/3 x 12 = 8
Seorang saudara seibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah 15
Asal masalahnya 12, sedangkan jumlah bagian 15, maka asal masalah dinaikkan menjadi 15. cara penghitungan akhirnya :
Istri = 3/15 x 45.000.000,- = 9.000.000,-
Ibu = 2/15 x 45.000.000,- = 6.000.000,-
2 saudara (pr) kandung = 8/15 x 45.000.000,- = 24.000.000,-
1 saudara seibu = 2/15 x 45.000.000,- = 6.000.000,-
Jumlah 45.000.000,-
B. Ar-Radd
Ar-Radd (ar-raddu) yaitu : “mengembalikan”. Menurut istilah faraidh ialah membagi sisa harta warisan kepada ahli waris menurut pembagian masing-masing mnerima bagiannya. Ar-Radd dilakukan karena setelah harta diperhitungkan untuk ahli waris ternyata masih terdapat sisa, sedangkan tidak ada ‘ashobah. Maka harta yang tersisa tersebut dibagikan kepada ahli-waris yang ada kecuali suami atau isteri.
Sebagai contoh untuk masalah ini adalah sebagai berikut :
Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan dan ibu. Bagian anak perempuan adalah 1/2 dan ibu 1/6. asal masalahnya berarti 6.
Anak perempuan = 1/2 x 6 = 3
Ibu = 1/6 x 6 = 1
Jumlah 4
Asal masalah (KPT/KPK) adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. maka penyelesaian dengan radd asal masalahnya dikembalikan kepada 4. sehingga cara penyelesaian akhirnya adalah :
Anak perempuan = 3/4 x harta warisan =…
Ibu = 1/4 x harta warisan =…
Cara penyelesaian diatas adalah apabila tidak ada suami atau istri. Apabila ada suami atau istri, cara penyelesaiannya adalah sebagai berikut;
Seseorang meninggal dengan meninggalkan harta sebesar Rp 18.000.000,-. Ahli warisnya terdiri dari istri, dua orang saudara seibu dan ibu. Bagian istri 1/4, dua orang saudara seibu 1/3 dan ibu 1/6. asal masalahnya adalah 12.
Istri =1/4 x 12 = 3
Dua saudara seibu = 1/3 x 12 = 4
Ibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah bagian 9
Karena ada istri, maka sebelum siswa warisan dibagikan, hak untuk istri diambil dulu dengan menggunakan asal maslah sebagai pembagi.
Maka untuk istri = 3/12 x Rp. 18.000.000,- = Rp 4.500.000,-.
Sisa warisan setelah diambil adalah 18.000.000,- - 4.500.000,- = 13.500.000,- dibagi kepada dua saudara seibu dan ibu, dengan cara bilangan oembaginya adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli aris, maka 4+2 = 6. jadi bagian masing-masing adalah:
Dua sudara seibu = 4/6 x Rp. 13.500.000,- = Rp. 9.000.000,-
Ibu = 2/6 x Rp. 13.500.000,- = Rp. 4.500.000,-
Jumlah = Rp. 13.500.000,-
Maka dapat diketahui bagian masing masing ahli waris tersebut.
C. Gharawain
Gharawain artinya dua yang terang, yaitu dua masalah yang terang cara penyelesaiannya yaitu :
Pembagian warisan jika ahli warisnya suami, ibu dan bapak
Pembagian warisan jika ahli warisnya istri, ibu dan bapak
dua masalah tersebut berasal dari Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit. Kemudian disepakati oleh jumhur fuqaha. Dua hal tersebut diatas dianggap sebagai masalah karena jika di bagi dengan perhitungan yang umum, bapak memperoleh lebih kecil dari pada ibu. Untuk itu dipakai pedoman penghitungan khusus sebagaimana dibawah ini :
untuk masalah pertama maka bagian masing-masing adalah suami 1/2, ibu 1/3 sisa (setelah diambil suami) dan bapak ‘ashobah. Misalkan harta peninggalannya adalah Rp. 30.000.000,-. Maka cara pembagiannya dalah sebagai berikut :
suami 1/2 x Rp. 30.000.000,- = Rp. 15.000.000,- sisanya adalah Rp. 15.000.000,-
ibu 1/3 x Rp.15.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
Bapak (‘ashobah) = Rp. 10.000.000,-
Jumlah = Rp. 30.000.000,-
(dan begitu pula untuk pembagian pada masalah ke-2 yakni dengan ahli waris istri 1/4, ibu 1/3 sisa (setelah diambil hak istri) dan bapak ‘ ashobah )
D. Masalah Musyarakah
Musyarakah atau Musyarikah ialah yang diserikatkan. Yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan mawaris memperolah warisan akan tetapi tidak memperolehnya, maka ahli waris tersebut disyarikatkan kepada ahli waris lain yang memperolah bagian.
Masalah ini terjadi pada ahli waris terdiri dari suami, ibu, 2 orang saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung, yang jika dihitung menurut perhitungan semestinya mengakibatkan saudara laki-laki sekandung tidak memperoleh warisan. Dalam masalah ini. Menurut Umar, Utsman, dan Zaid yang diiuti oleh Imam Tsauri, Syafe’i dan lain-lain, pembagian tersebut tidak adil.
Maka, untuk pemecahannya saudara kandung disyarikatkan dengan saudara seibu didalam baigiannya yang 1/3. sehingga penyelesaian tersebut dapat diketahui dalam pembagian berikut :
Suami 1/2 = 3/6 = 3
Ibu 1/6 = 1/6 = 1
Dua orang saudara seibu dan saudara (lk) sekandung 1/3 = 2/6 = 2
Jumlah = 6.
Bagian saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung dibagi rata, meskipun diantara mereka ada ahli waris laki-laki maupun perempuan.
E. Masalah Akdariyah
Akdariyah artinya mengeruhkan atau menyusahkan, yaitu kakek menyusahkan saudara perempuan dalam pembagian warisan. Masalah ini terjadi jika ahli waris terdiri suami, ibu, saudara perempuan kandung/sebapak dan kakek. maka dalam masaah ini terdapat tiga pendapat dalam penyelesaiannya, yaitu :
Menurut pendapat Abu Bakar ra. Saudara perempuan kandung/sebapak mahjub oleh kakek. Sehingga bagia yang diperoleh oleh masing-masing ahli waris adalah suami 1/4, ibu 1/3, kakek ‘ashobah, dan saudara perempuan terhijab hirman.
Menurut pandangan Umar bin Khatib dan Ibn Mas’ud, untuk memecahkan masalah diatas, amak bagian ibu dikurangi dari 1/3 menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu dikurangi dari 1/3 menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu tidak lebih besar dari pada bagian kakek. Sehingga bagian yang doioerolah masing-masing ahli waris adalah suami 1/2, ibu 1/6, saudara perempuan ½ dan kakek 1/6. diselesaikan dengan Aul.
Menurut pendapat Zaid bin Tsabit, yaitu dengan cara menghimpun bagian saudara perempuan dan kakek, lalu membaginya dengan prinsip laki-laki memperolah dua kali bagian perempuan. Sebagaimana jatah pembagian umum, saudara perempuan 1/2 dan kakek 1/6. 1/2 dan 1/6 digabungkan lalu dibagikan untuk berdua dengan perbandingan pembagian saudara perempuanndan kakek = 2 : 1.
F. Hal-hal yang berkenaan dengan harta Peninggalan
Beberapa masalah yang berkaitan dengan harta yang terlebih dahulu wajib ditunaikan oleh ahli waris sepeninggal seorang muslim yang meniggalkan harta, yaitu:
1. Biaya penyelenggaratan Jenazah
2. Pelunasan hutang
3. pelaksanaan wasiat
G. Penetapan Ahli Waris yang Mendapat Bagian (Itsbatul Waris)
Dalam Itsabatul Waris ini harus dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini :
1. Meneliti siapa saja yang menjadi ahli waris, baik karena hubungan kerabat, pernikahan maupun karena sebab lainnya.
2. Meneliti siapa saja yang terhalang menerima warisan. Misalnya karena membunuh atau atau beda agama.
3. Meneliti ahli waris yang dapat terhijab.
4. Menetapkan ahli waris yang berhak menerima warisan, setelah melakukan perhitungan yang tepat tentang jumlah harta peniggalan almarhum/almarhumah.
H. Cara Pembagian Sisa Harta
Sisa harta setelah semua ahli waris menerima bagiannya Sisa harta karena orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris.
bahwa sisa harta warisan, baik setelah ahli waris mendapatkan bagiannya maupun karena tidak ada ahli waris, tidak boleh diselesaikan dengan jalan radd maupun diserahkan ke dzawil arham, tetapi harus diserahkan ke baitul mall untuk kepentingan umat islam.
I. Bagian Anak dalam Kandungan
Beberapa permasalahan yang menyangkut dengan anak yang masih berada dalam kandungan yaitu :
1. Apakah janin yang masih dalam kandungan tersebut ada hubungan kekrabatan yang sah dengan si mati, maka perlu diperhatikan tenggang waktu anara akad nikah dengan usia kandungan.
2. Belum bisa dipastikan jenis keamin dan jumlah bayi yang ada dalam kandungan tersebut.
3. Belum bisa dipastikan, apakah janin tersebut akan lahir dalam keadaan hidup atau mati.
4. Jika harta warisan dibagikan maka akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.
5. Bayi yang lahir dalam keadaan hidup, mempunyai hak warisan dari ayahnya yang meninggal. Sabda Rasulullah saw. :“Jika anak yang dilahirkan berteriak, mak ia diberi warisan”
6. Jalan Keluar dalam masalah ini adalah :
para ahli waris yang ada boleh mengambil bagian dengan jumlah paling minimal dari kemungkinan-kemngkinan yang bisa terjadi.
Apabila harta warisan dapat dijaga dan pembagianya tidak mendesak, maka pembagian warisan ditunda sampai bayi lahir.
J. Bagian Orang Yang Hilang
Yang dimaksud dengan orang yang hilang disini ialah yang tidak diketahui keberadaannya dalm jangka waktu yang relatif lama. Orang yang hilang tersebut bisa sebagai muwaris maupun ahli waris, maka dapat ilaksanakan sebagai berikut :
1. Apabila kedudukannya sebagai Muwarits
2. Harta yang hilang sebaiknya ditahn sampai ada kepastian keberadaannya atau kepastian tentang hidup atau matinya
3. Ditunggu sampai batas usia manusia pada umumnya. Menurut Adul Hakim ditunggu sampai batas usia kurang 70 tahun.
4. Apabila kedudukannya sebagai ahli waris
5. Harta warisan dibagikan, dan ia (orang yang hilang) diberikan bagian sebagaimana bagian semestinya dan diberikan bila ia masih hidup atau datang. Dan diserahkan kepada ahli waris lain bila ia sudah meninggal.
L. Hikmah Pembagian Warisan
1. Menghindari terjadinya persengketaan dalam keluarga karena maslah pembagian harta warisan
2. Menghidari timbulnya fitnah. Karena pembagian harta warisan yang tidak benar
3. dapat mewujudkan keadilan dalam keluarga, yang kemudian berdampak psitif bagi keadilan dalm masyarakat
4. Memperhatikan orang-orang yang terkena musibah karena ditinggalkan oleh anggota keluarganya
5. Menjunjung tinggi hukum Allah dan Sunnah Rasulullah.
Al-Aul artinya bertambah. Dalam ilmu Faraidh istilah Al-Aul diartikan bagian-bagian yang harus diterima oleh ahli waris lebih banyak dari pada asal masalahnya, sehingga asal masalahnya harus ditambah atau diubah. Sebagai contoh untuk masalah ini adalah :
Ahli waris terdiri dari istri, ibu, dua saudara perempuan kandung dan seorang saudara seibu. Harta peninggalan Rp 45.000.000,-. Maka bagian masing-masing ahli waris tersebut adalah istri 1/4 ; ibu 1/6, dua saudara perempuan kandung 2/3 dan saudara saibu 1/6. asal masalahnya 12
.
Istri = 1/4 x 12 = 3
Ibu = 1/6 x 12 = 2
2 saudara (pr) kandung = 2/3 x 12 = 8
Seorang saudara seibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah 15
Asal masalahnya 12, sedangkan jumlah bagian 15, maka asal masalah dinaikkan menjadi 15. cara penghitungan akhirnya :
Istri = 3/15 x 45.000.000,- = 9.000.000,-
Ibu = 2/15 x 45.000.000,- = 6.000.000,-
2 saudara (pr) kandung = 8/15 x 45.000.000,- = 24.000.000,-
1 saudara seibu = 2/15 x 45.000.000,- = 6.000.000,-
Jumlah 45.000.000,-
B. Ar-Radd
Ar-Radd (ar-raddu) yaitu : “mengembalikan”. Menurut istilah faraidh ialah membagi sisa harta warisan kepada ahli waris menurut pembagian masing-masing mnerima bagiannya. Ar-Radd dilakukan karena setelah harta diperhitungkan untuk ahli waris ternyata masih terdapat sisa, sedangkan tidak ada ‘ashobah. Maka harta yang tersisa tersebut dibagikan kepada ahli-waris yang ada kecuali suami atau isteri.
Sebagai contoh untuk masalah ini adalah sebagai berikut :
Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan dan ibu. Bagian anak perempuan adalah 1/2 dan ibu 1/6. asal masalahnya berarti 6.
Anak perempuan = 1/2 x 6 = 3
Ibu = 1/6 x 6 = 1
Jumlah 4
Asal masalah (KPT/KPK) adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. maka penyelesaian dengan radd asal masalahnya dikembalikan kepada 4. sehingga cara penyelesaian akhirnya adalah :
Anak perempuan = 3/4 x harta warisan =…
Ibu = 1/4 x harta warisan =…
Cara penyelesaian diatas adalah apabila tidak ada suami atau istri. Apabila ada suami atau istri, cara penyelesaiannya adalah sebagai berikut;
Seseorang meninggal dengan meninggalkan harta sebesar Rp 18.000.000,-. Ahli warisnya terdiri dari istri, dua orang saudara seibu dan ibu. Bagian istri 1/4, dua orang saudara seibu 1/3 dan ibu 1/6. asal masalahnya adalah 12.
Istri =1/4 x 12 = 3
Dua saudara seibu = 1/3 x 12 = 4
Ibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah bagian 9
Karena ada istri, maka sebelum siswa warisan dibagikan, hak untuk istri diambil dulu dengan menggunakan asal maslah sebagai pembagi.
Maka untuk istri = 3/12 x Rp. 18.000.000,- = Rp 4.500.000,-.
Sisa warisan setelah diambil adalah 18.000.000,- - 4.500.000,- = 13.500.000,- dibagi kepada dua saudara seibu dan ibu, dengan cara bilangan oembaginya adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli aris, maka 4+2 = 6. jadi bagian masing-masing adalah:
Dua sudara seibu = 4/6 x Rp. 13.500.000,- = Rp. 9.000.000,-
Ibu = 2/6 x Rp. 13.500.000,- = Rp. 4.500.000,-
Jumlah = Rp. 13.500.000,-
Maka dapat diketahui bagian masing masing ahli waris tersebut.
C. Gharawain
Gharawain artinya dua yang terang, yaitu dua masalah yang terang cara penyelesaiannya yaitu :
Pembagian warisan jika ahli warisnya suami, ibu dan bapak
Pembagian warisan jika ahli warisnya istri, ibu dan bapak
dua masalah tersebut berasal dari Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Tsabit. Kemudian disepakati oleh jumhur fuqaha. Dua hal tersebut diatas dianggap sebagai masalah karena jika di bagi dengan perhitungan yang umum, bapak memperoleh lebih kecil dari pada ibu. Untuk itu dipakai pedoman penghitungan khusus sebagaimana dibawah ini :
untuk masalah pertama maka bagian masing-masing adalah suami 1/2, ibu 1/3 sisa (setelah diambil suami) dan bapak ‘ashobah. Misalkan harta peninggalannya adalah Rp. 30.000.000,-. Maka cara pembagiannya dalah sebagai berikut :
suami 1/2 x Rp. 30.000.000,- = Rp. 15.000.000,- sisanya adalah Rp. 15.000.000,-
ibu 1/3 x Rp.15.000.000,- = Rp. 5.000.000,-
Bapak (‘ashobah) = Rp. 10.000.000,-
Jumlah = Rp. 30.000.000,-
(dan begitu pula untuk pembagian pada masalah ke-2 yakni dengan ahli waris istri 1/4, ibu 1/3 sisa (setelah diambil hak istri) dan bapak ‘ ashobah )
D. Masalah Musyarakah
Musyarakah atau Musyarikah ialah yang diserikatkan. Yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan mawaris memperolah warisan akan tetapi tidak memperolehnya, maka ahli waris tersebut disyarikatkan kepada ahli waris lain yang memperolah bagian.
Masalah ini terjadi pada ahli waris terdiri dari suami, ibu, 2 orang saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung, yang jika dihitung menurut perhitungan semestinya mengakibatkan saudara laki-laki sekandung tidak memperoleh warisan. Dalam masalah ini. Menurut Umar, Utsman, dan Zaid yang diiuti oleh Imam Tsauri, Syafe’i dan lain-lain, pembagian tersebut tidak adil.
Maka, untuk pemecahannya saudara kandung disyarikatkan dengan saudara seibu didalam baigiannya yang 1/3. sehingga penyelesaian tersebut dapat diketahui dalam pembagian berikut :
Suami 1/2 = 3/6 = 3
Ibu 1/6 = 1/6 = 1
Dua orang saudara seibu dan saudara (lk) sekandung 1/3 = 2/6 = 2
Jumlah = 6.
Bagian saudara seibu dan saudara laki-laki sekandung dibagi rata, meskipun diantara mereka ada ahli waris laki-laki maupun perempuan.
E. Masalah Akdariyah
Akdariyah artinya mengeruhkan atau menyusahkan, yaitu kakek menyusahkan saudara perempuan dalam pembagian warisan. Masalah ini terjadi jika ahli waris terdiri suami, ibu, saudara perempuan kandung/sebapak dan kakek. maka dalam masaah ini terdapat tiga pendapat dalam penyelesaiannya, yaitu :
Menurut pendapat Abu Bakar ra. Saudara perempuan kandung/sebapak mahjub oleh kakek. Sehingga bagia yang diperoleh oleh masing-masing ahli waris adalah suami 1/4, ibu 1/3, kakek ‘ashobah, dan saudara perempuan terhijab hirman.
Menurut pandangan Umar bin Khatib dan Ibn Mas’ud, untuk memecahkan masalah diatas, amak bagian ibu dikurangi dari 1/3 menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu dikurangi dari 1/3 menjadi 1/6, untuk menghindari agar bagian ibu tidak lebih besar dari pada bagian kakek. Sehingga bagian yang doioerolah masing-masing ahli waris adalah suami 1/2, ibu 1/6, saudara perempuan ½ dan kakek 1/6. diselesaikan dengan Aul.
Menurut pendapat Zaid bin Tsabit, yaitu dengan cara menghimpun bagian saudara perempuan dan kakek, lalu membaginya dengan prinsip laki-laki memperolah dua kali bagian perempuan. Sebagaimana jatah pembagian umum, saudara perempuan 1/2 dan kakek 1/6. 1/2 dan 1/6 digabungkan lalu dibagikan untuk berdua dengan perbandingan pembagian saudara perempuanndan kakek = 2 : 1.
F. Hal-hal yang berkenaan dengan harta Peninggalan
Beberapa masalah yang berkaitan dengan harta yang terlebih dahulu wajib ditunaikan oleh ahli waris sepeninggal seorang muslim yang meniggalkan harta, yaitu:
1. Biaya penyelenggaratan Jenazah
2. Pelunasan hutang
3. pelaksanaan wasiat
G. Penetapan Ahli Waris yang Mendapat Bagian (Itsbatul Waris)
Dalam Itsabatul Waris ini harus dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini :
1. Meneliti siapa saja yang menjadi ahli waris, baik karena hubungan kerabat, pernikahan maupun karena sebab lainnya.
2. Meneliti siapa saja yang terhalang menerima warisan. Misalnya karena membunuh atau atau beda agama.
3. Meneliti ahli waris yang dapat terhijab.
4. Menetapkan ahli waris yang berhak menerima warisan, setelah melakukan perhitungan yang tepat tentang jumlah harta peniggalan almarhum/almarhumah.
H. Cara Pembagian Sisa Harta
Sisa harta setelah semua ahli waris menerima bagiannya Sisa harta karena orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris.
bahwa sisa harta warisan, baik setelah ahli waris mendapatkan bagiannya maupun karena tidak ada ahli waris, tidak boleh diselesaikan dengan jalan radd maupun diserahkan ke dzawil arham, tetapi harus diserahkan ke baitul mall untuk kepentingan umat islam.
I. Bagian Anak dalam Kandungan
Beberapa permasalahan yang menyangkut dengan anak yang masih berada dalam kandungan yaitu :
1. Apakah janin yang masih dalam kandungan tersebut ada hubungan kekrabatan yang sah dengan si mati, maka perlu diperhatikan tenggang waktu anara akad nikah dengan usia kandungan.
2. Belum bisa dipastikan jenis keamin dan jumlah bayi yang ada dalam kandungan tersebut.
3. Belum bisa dipastikan, apakah janin tersebut akan lahir dalam keadaan hidup atau mati.
4. Jika harta warisan dibagikan maka akan menimbulkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.
5. Bayi yang lahir dalam keadaan hidup, mempunyai hak warisan dari ayahnya yang meninggal. Sabda Rasulullah saw. :“Jika anak yang dilahirkan berteriak, mak ia diberi warisan”
6. Jalan Keluar dalam masalah ini adalah :
para ahli waris yang ada boleh mengambil bagian dengan jumlah paling minimal dari kemungkinan-kemngkinan yang bisa terjadi.
Apabila harta warisan dapat dijaga dan pembagianya tidak mendesak, maka pembagian warisan ditunda sampai bayi lahir.
J. Bagian Orang Yang Hilang
Yang dimaksud dengan orang yang hilang disini ialah yang tidak diketahui keberadaannya dalm jangka waktu yang relatif lama. Orang yang hilang tersebut bisa sebagai muwaris maupun ahli waris, maka dapat ilaksanakan sebagai berikut :
1. Apabila kedudukannya sebagai Muwarits
2. Harta yang hilang sebaiknya ditahn sampai ada kepastian keberadaannya atau kepastian tentang hidup atau matinya
3. Ditunggu sampai batas usia manusia pada umumnya. Menurut Adul Hakim ditunggu sampai batas usia kurang 70 tahun.
4. Apabila kedudukannya sebagai ahli waris
5. Harta warisan dibagikan, dan ia (orang yang hilang) diberikan bagian sebagaimana bagian semestinya dan diberikan bila ia masih hidup atau datang. Dan diserahkan kepada ahli waris lain bila ia sudah meninggal.
L. Hikmah Pembagian Warisan
1. Menghindari terjadinya persengketaan dalam keluarga karena maslah pembagian harta warisan
2. Menghidari timbulnya fitnah. Karena pembagian harta warisan yang tidak benar
3. dapat mewujudkan keadilan dalam keluarga, yang kemudian berdampak psitif bagi keadilan dalm masyarakat
4. Memperhatikan orang-orang yang terkena musibah karena ditinggalkan oleh anggota keluarganya
5. Menjunjung tinggi hukum Allah dan Sunnah Rasulullah.
0 comments:
welcome to my blog. please write some comment about this article ^_^